HIPERTENSI
I. PENGERTIAN
Hipertensi dapat didefinisikan
sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan
tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmhg dan tekanan diastolic 90 mmHg.
(Suzanne C. Smeltzer, 2001)
Tekanan darah tinggi atau
hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan
darah secara kronis (dalam jangka
waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan
darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan
darah tinggi. (http://www.ningharmanto.com/2009/01/hipertensi/)
Secara sederhana, seseorang
dikatakan menderita Tekanan Darah Tinggi jika tekanan Sistolik lebih besar
daripada 140 mmHg atau tekanan Diastolik lebih besar dari 90 mmHg. Tekanan
darah ideal adalah 110 mmHg untuk sistolik dan 80 mmHg untuk Diastolik.
Pada pemeriksaan tekanan darah
akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung
berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat
jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 110/80 mmHg didefinisikan sebagai “normal”. Pada tekanan darah tinggi,
biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya
terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka
beberapa minggu.
II. PREPOTOGENESIS
Hipertensi dikenal sebagai salah
satu penyebab utama kematian di Amerika Serikat. Sekitar seperempat jumlah
pendududk dewasa menderita hipertensi, dan insidennya lebih tinggi dikalangan
Afro-Amerika setelah usia remaja.
Sekitar 20% populasi dewasa
mengalami hipertensi essensial dan sisanya mengalami kenaikan tekanan darah
dengan penyebab tertentu.
III. INKUBISI
Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara
mereka menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan
penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan
tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder).
Hipertensi berdasarkan
penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial
adalah hipertensi yang tidak/belum diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang
lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah
hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya penyakit lain.
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan
pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan
meningkatnya tekanan darah.
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar
5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar
1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu
(misalnya pil KB).
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor
pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau
norepinefrin (noradrenalin).
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
1. Penyakit Ginjal
o Stenosis
arteri renalis
o Pielonefritis
o Glomerulonefritis
o Tumor-tumor
ginjal
o Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
o Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
o Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
2.
Kelainan Hormonal
o Hiperaldosteronism
o Feokromositoma
3.
Obat-obatan
o Pil KB
o Kortikosteroid
o Siklosporin
o Eritropoietin
4.
Penyebab Lainnya
o Koartasio
aorta
o Preeklamsi pada
kehamilan
o Porfiria
intermiten akut
Adapun penyebab lain dari
hipertensi yaitu :
1.
Peningkatan kecepatan denyut jantung
2.
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama
3.
Peningkatan TPR yang berlangsung lama
IV. FAKTOR
PREDISPOSISI
Berdasarkan faktor
pemicu, Hipertensi dapat
disebabkan oleh beberapa hal seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan.
Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila
salah satunya menderita Hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik
mempunyai peran didalam terjadinya Hipertensi.
Sedangkan yang dapat
dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang olahraga, merokok, serta
konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga berpengaruh terhadap
timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan Hipertensi, diduga
melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang bekerja pada
saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada saat
kita tidak beraktivitas.
Peningkatan aktivitas
saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak
menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah
menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti, akan tetapi angka kejadian di
masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini
dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang
tinggal di kota.
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan
merupakan ciri khas dari populasi Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini
mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya Hipertensi dikemudian hari.
Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi
esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan
sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi
dibandingan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal.
V. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol
konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada
medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke
ganglia simpatis di torak dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai
faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah
terhadap rangsangan vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat
sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa
hal tersebut bias terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system
simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar
adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.
Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respon
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan
aliran darah ke ginjal, mengakibatnkan pelepasan rennin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, saat
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
VI. PENYAKIT
DINI
Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala;
meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala
yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing,
wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita
hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:
·
Sakit kepala
·
Kelelahan
·
Mual
·
Muntah
·
Sesak nafas
·
Gelisah
·
Pandangan menjadi
kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat
mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini
disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.
VII. KLASIFIKASI
The Joint National Committee on Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure membuat suatu klasifikasi baru yaitu :
Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa
Usia 18 Tahun atau Lebih *
|
Kategori
|
Sistolik
(mmhg)
|
Diastolik
(mmhg)
|
Normal
|
< 130
|
<85
|
Normal
tinggi
|
130-139
|
85-89
|
Hipertensi
†
|
|
Tingkat 1
(ringan)
|
140-159
|
90-99
|
Tingkat 2
(sedang)
|
160-179
|
100-109
|
Tingkat 3
(berat)
|
≥180
|
≥110
|
Tidak minum obat antihipertensi dan tidak sakit akut. Apabila tekanan
sistolik dan diastolic turun dalam kategori yang berbeda, maka yang dipilih
adalah kategori yang lebih tinggi. berdasarkan pada rata-rata dari dua kali
pembacaan atau lebih yang dilakukan pada setiap dua kali kunjungan atau lebih
setelah skrining awal.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih
tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang
lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik).
Tekanan darah kurang dari 110/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal".
Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan
diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg
atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg
atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik
masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan
tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan
tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang
secara perlahan atau bahkan menurun drastis.
Disamping itu juga terdapat hipertensi pada kehamilan ( pregnancy-induced
hypertension, PIH ) PIH adalah jenis hipertensi sekunder karena hipertensinya
reversible setelah bayi lahir. PIH tampaknya terjadi akibat dari kombinasi
peningkatan curah jantung dan TPR. Selama kehamilan normal volume darah
meningkat secara drastis. Pada wanita sehat, peningkatan volume darah
diakomodasikan oleh penurunan responsifitas vascular terhadap hormon-hormon
vasoaktif, misalnya angiotensin II. Hal ini menyebabkan TPR berkurang pada
kehamilan normal dan tekanan darah rendah. Pada wanita dengan PIH, tidak
terjadi penurunan sensitivitas terhadap vasopeptida-vasopeptida tersebut,
sehingga peningkatan besar volume darah secara langsung meningkatkan curah
jantung dan tekanan darah. PIH dapat timbul sebagai akibat dari gangguan
imunologik yang mengganggu perkembangan plasenta. PIH sangat berbahaya bagi
wanita dan dapat menyebabkan kejang,koma, dan kematian.
VIII. PENYAKIT
LANJUT
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut TIM
POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007)
adalah diantaranya :
·
Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke,
perdarahan otak, transient ischemic attack (TIA).
·
Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina
pectoris, infark miocard acut (IMA).
·
Penyakit ginjal seperti gagal ginjal.
·
Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan
retina, oedema pupil.
IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas kedokteran
USU, Abdul Madjid (2004), meliputi :
·
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum
memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko
lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah
perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa,
kolesterol total, HDL, LDL
·
Pemeriksaan EKG. EKG (pembesaran jantung, gangguan
konduksi), IVP (dapat mengidentifikasi hipertensi, sebagai tambahan dapat
dilakukan pemerisaan lain, seperti klirens kreatinin, protein, asam urat,
TSH dan ekordiografi.
·
Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi
ginjal), glucose (DM) kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang
meningkat), kalsium serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi: kolesterol
dan tri gliserit (indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid
(menyebabkan vasokonstrisi), urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi
ginjal), asam urat (factor penyebab hipertensi)
·
Pemeriksaan
radiologi : Foto dada dan CT scan
X. PENATALAKSANAAN
Olah raga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan
hipertensi, karena olah raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yang
teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan
darah. Olah raga juga dapat digunakan untuk mengurangi/ mencegah obesitas dan
mengurangi asupan garam ke dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan
mengeluarkan garam lewat kulit).
Pengobatan hipertensi
secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1.
Pengobatan non obat (non farmakologis)
2.
Pengobatan dengan
obat-obatan (farmakologis)
Pengobatan non obat
(non farmakologis)
Pengobatan
non farmakologis kadang-kadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga
pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang-kurangnya
ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi diperlukan,
pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan
efek pengobatan yang lebih baik.
Pengobatan non farmakologis diantaranya
adalah :
1.
Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
2.
Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan
garam, harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam
secara drastis akan sulit dilaksanakan. Cara pengobatan ini hendaknya tidak
dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih baik digunakan sebagai
pelengkap pada pengobatan farmakologis.
3.
Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau
hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan
darah.
4.
Melakukan olah raga seperti senam aerobik
atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu.
5.
Berhenti
merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
Pengobatan dengan
obat-obatan (farmakologis)
Obat-obatan
antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang beredar saat
ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi dokter.
·
Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara
mengeluarkan cairan tubuh (lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh
berkurang yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh
obatannya adalah Hidroklorotiazid.
·
Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas
saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh
obatnya adalah : Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
·
Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah
melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada
penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma
bronkial. Contoh obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada
penderita diabetes melitus harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala
hipoglikemia (kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah
yang bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala
bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus
hati-hati.
·
Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah
dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan
ini adalah : Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi
dari pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.
·
Penghambat ensim konversi Angiotensin
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat
pembentukan zat Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah). Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping
yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
·
Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan
cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat
ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin
timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.
·
Penghambat Reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi
penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya
daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah
Valsartan (Diovan). Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit kepala,
pusing, lemas dan mual.
Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta
menghindari faktor resiko terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat
penyakit ini bisa ditekan.