Fraktur Femur 1/3 Distal
Definisi
a. Open fraktur femur dextra sepertiga distal
Open artinya terbuka.
Fraktur adalah suatu patahan pada hubungan kontinuitas struktur tulang (Apley
dan Solomon,1995). Femur adalah tulang paha. Dextra adalah sisi tubuh bagian kanan. Sepertiga distal adalah
suatu area yang dibagi menjadi tiga bagian yang sama kemudian diambil bagian
yang bawah. Jadi open fraktur femur dextra 1/3
distal adalah suatu patahan terbuka yang mengenai 1/3 bagian bawah tulang paha
kanan.
b.
Pasca operasi
Pasca atau dikenal dengan kata
post berarti setelah (Dorland, 2002). Operasi diambil dari kata operation
(kamus kedokteran) yang berarti setiap tindakan yang dilakukan dengan alat atau
dengan tangan seorang ahli bedah (Dorland, 2002). Sehingga pasca operasi dapat
diartikan sebagai suatu keadaan setelah dilakukan tindakan pembedahan.
c.
Plate and screws
Plate and screws
merupakan sebuah lempengan besi dan sekrup yang berfungsi sebagai immobilisasi
tulang panjang yang patah (Adams, 1992).
d.
Terapi latihan
Terapi latihan adalah salah satu usaha penyembuhan dalam
fisioterapi yang dalam pelaksanaannya menggunakan gerakan tubuh baik secara
aktif maupun pasif (Priatna, 1985).
3. Etiologi
Menurut Apley dan Solomon (1995), fraktur dapat
terjadi akibat: (1) peristiwa trauma tunggal, (2) tekanan yang berulang-ulang,
(3) kelemahan abnormal pada tulang. Kekuatan tersebut dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekanan atau penarikan.
4. Patologi
Operasi diambil dari kata operation (kamus
kedokteran) yang berarti setiap tindakan yang dilakukan dengan alat atau dengan
tangan seorang ahli bedah (Dorland, 1994). Hal itu berarti ada tindakan bedah
yang menyebabkan terdapat luka incisi. Akan terjadi kerusakan jaringan lunak di
bawah kulit maupun pembuluh darah yang akan diikuti keluarnya cairan limphe dan
darah kemudian akan terjadi reaksi radang sehingga menimbulkan oedem
(bengkak). Bengkak akan menekan nociceptor sehingga merangsang timbulnya nyeri.
Nyeri akan menyebabkan pasien enggan bergerak yang akan mengakibatkan luas
gerak sendi menurun kemudian akan diikuti penurunan kekuatan otot karena otot
tidak digunakan dalam waktu yang lama dan akhirnya menyebabkan penurunan
aktifitas fungsional.
Menurut Apley dan Solomon (1995) proses penyambungan
tulang dibagi dalam lima tahap:
a.
Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematom di sekitar
dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur yang tidak mendapat
persediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua millimeter.
b.
Proliferasi
Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut
disertai proliferasi sel di bawah periosteum dan di dalam saluran
medulla yang tertembus. Ujung
fragmen dikelilingi oleh jaringan sel yang menghubungkan tempat fraktur. Hematom
akan membeku perlahan-lahan dan diabsorbsi serta kapiler yang baru yang halus
berkembang di dalam daerah fraktur.
c.
Pembentukan kalus
Sel yang berkembang memiliki potensi kondrogenik
dan osteogenik. Jika diberikan tindakan yang baik sel itu akan membentuk
tulang, cartilago dan osteoclast. Massa tulang akan menjadi lebih
tebal dengan adanya tulang, cartilago dan osteoclast yang disebut
dengan kalus yang terbentuk pada permukaan periosteal dan endoosteal.
d.
Konsolidasi
Kalus akan
berkembang menjadi tulang lamellar yang cukup kaku untuk memungkinkan osteoclast
menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur dan dekat dibelakangnya osteoclast
mengisi celah-celah yang tersisa di antara fragmen dengan tulang yang baru.
e. Remodelling
Tulang yang patah telah dihubungkan oleh tulang yang
padat yang akan reabsorbsi, lamella yang semakin tebal, dinding-dinding
yang tidak dikehendaki dibuang, dibentuk rongga sumsum sehingga akan memperoleh
bentuk tulang seperti normalnya. Proses ini terjadi dalam beberapa bulan bahkan
sampai beberapa tahun.
Waktu penyembuhan fraktur
sangat bervariasi dari satu individu ke individu lainnya. Faktor-faktor yang
mmpengaruhi proses penyambungan tulang yaitu fraktur adalah usia pasien,
banyaknya displacement fraktur, jenis fraktur, lokasi fraktur, pasokan darah
pada daerah fraktur, dan kondisi medis yang menyertai (Garrison, 1995).
5. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala pada kondisi open fraktur femur dextra 1/3 distal antara lain: (1) adanya krepitasi, (2) ada tanda
radang pada tungkai atas dan lutut kanan, (3) adanya gerak abnormal pada
tungkai kanan, (4) adanya perdarahan pada tungkai atas kanan.
Tanda dan gejala pada kondisi
pasca operasi open fraktur femur dextra 1/3 distal adalah: (1) adanya oedem
karena luka incisi pada tungkai atas dan lutut kanan sehingga menimbulkan
nyeri, (2) adanya keterbatasan lingkup gerak sendi lutut kanan, (3) adanya penurunan
kekuatan otot tungkai kanan, (4) adanya penurunan fungsional tungkai kanan
seperti berjalan.
6. Komplikasi
Komplikasi dibedakan menjadi dua yaitu komplikasi yang
berhubungan dengan fraktur dan yang berhubungan dengan injury. Komplikasi
yang berhubungan dengan fraktur adalah:
a.
Infeksi
Infeksi biasanya terjadi pada fraktur terbuka karena
luka terkontaminasi oleh organisme yang masuk dari luar tubuh. Pada fraktur
tertutup dapat terjadi karena penolakan terhadap internal fiksasi yang dipasang
pada tubuh pasien (Adams, 1992).
b.
Delayed union
Delayed union adalah
suatu kondisi dimana terjadi penyambungan yang lambat yang disebabkan oleh
adanya infeksi dan tidak tercukupinya peredaran darah ke fragmen (Adams, 1992).
c.
Non union
Non union adalah fraktur
tidak dapat sambung selama proses penyambungan dalam waktu beberapa bulan
(Adams, 1992). Non union adalah penyambungan tulang yang tidak sukses
memperbaiki perpatahannya (Gartland, 1974).
d.
Avascular necrosis
Avascular necrosis adalah
kematian tulang karena kekurangan supply darah (Adams, 1992). Avascular
necrosis adalah nekrosis atau kerusakan tulang yang diakibatkan kurangnya
pasokan darah (Apley dan Solomon, 1995).
e.
Mal union
Mal union adalah
penyambungan fragment pada posisi yang tidak sempurna (Adams, 1992). Mal
union adalah penyambungan tulang pada posisi yang salah atau abnormal
(Gartland, 1974).
f.
Shortening
Shorthening disebabkan
oleh mal union, loss of bone, gangguan pada epiphyseal
pada anak-anak (Adams, 1992). Shortening merupakan pemendekan tulang
yang diakibatkan oleh mal union dan gangguan epiphyseal pada
anak-anak (Apley dan Solomon, 1995).
Sedangkan komplikasi yang berhubungan dengan injury
menurut Adams (1992) adalah:
a.
Injury pada pembuluh darah
Injury pada pembuluh
darah disebabkan fragmen fraktur masuk ke dalam jaringan tubuh yang akan
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah.
b. Injury
pada saraf
Injury pada saraf dapat mengenai saraf tepi, ada tiga tipe yaitu: (1) neuropraxia,
(2) axonotmesis, (3) neuronotmesis.
a.
Injury pada organ dalam
Injury pada organ dalam adalah bila fraktur
mengakibatkan organ dalam rusak. Contohnya rusaknya pleura atau paru
yang disebabkan fraktur costa, rupture pada uretra atau penetrasi
colon karena fraktur pelvis.
b.
Injury pada tendon
Injury pada tendon biasanya
terjadi pada fraktur terbuka. Misalnya rusaknya extensor pollicis longus
akibat fraktur radius.
c.
Injury pada sendi
Contoh injury pada sendi adalah dislokasi,
subluksasi dan strain.
g.
Fat embolism
Fat embolism adalah
gumpalan lemak pada pembuluh darah kecil dimana dapat mengganggu paru dan otak
karena akan terjadi oedem dan perdarahan di alveoli sehingga aliran
oksigen ke arteriole terganggu kemudian terjadilah hypoxemia.
7. Prognosis
Prognosis adalah ramalan mengenai berbagai aspek
penyakit (Hudaya, 2002). Prognosis pada pasca operasi open fraktur femur dextra
1/3 distal akan baik apabila terapi latihan diberikan secara tepat dan adekuat.
Prognosis itu meliputi aspek:
a.
Quo ad vitam
Quo ad vitam adalah
mengenai hidup matinya penderita, quo ad vitam dinyatakan baik apabila
keadaan yang ditimbulkan fraktur atau tindakan operasi tidak mengancam jiwa
penderita. Pada kasus ini quo ad vitam baik
karena segera mendapat pertolongan dan tindakan operasi dilakukan dengan spinal
anasthesi yang tidak mempengaruhi sistem kardiovaskuler.
b.
Quo ad sanam
Quo ad sanam adalah
mengenai kesembuhan penderita, quo ad sanam dinyatakan baik apabila
proses penyembuhan fraktur tidak terjadi komplikasi. Pada kasus ini quo ad sanam baik karena tidak terjadi komplikasi baik yang
berhubungan dengan fraktur maupun injury.
c.
Quo ad fungsionam
Quo ad fungsionam adalah
menyangkut fungsional penderita, quo ad fungsionam dinyatakan
baik apabila tidak mengganggu fungsional penderita. Pada kasus ini fungsional
penderita baik karena pasien mampu melakukan aktivitas fungsional dengan tungkai
karena mendapat latihan transfer dan ambulasi.
d.
Quo ad cosmetican
Quo ad cosmetican adalah
yang berhubungan dengan kosmetika, quo ad cosmetican dinyatakan
baik apabila tidak mengganggu penampilan penderita. Pada kasus ini kosmetika
pasien baik karena pasien masih mampu berjalan dengan baik dan tidak mengganggu
penampilan walaupun dengan memakai kruk sebagai alat bantu jalan.
B. Deskripsi Problematik Fisioterapi
Problematik fisioterapi pada kasus pasca operasi open fraktur femur dextra 1/3 distal dengan plate and screws meliputi impairment,
functional limitation, dan participation restriction. Problematik
yang termasuk impairment yaitu:
1.
Oedem
Oedem terjadi karena
adanya peningkatan cairan dari pembuluh darah. Cairan tersebut disebut dengan exudat
dan kemudian diikuti proses radang yang ditandai dengan peningkatan leukosit
dan terjadi peningkatan permeabilitas membran kapiler yang mengakibatkan plasma
protein (albumin, globulin dan fibrinogen) meninggalkan pembuluh darah dan
memasuki ruangan antar sel.
2. Nyeri
Nyeri terjadi
karena adanya luka incisi sehingga terjadi kerusakan jaringan lunak di bawah
kulit maupun pembuluh darah yang akan diikuti keluarnya cairan limphe dan darah
kemudian akan terjadi reaksi radang sehingga menimbulkan oedem
(bengkak). Bengkak akan menekan nociceptor sehingga merangsang timbulnya nyeri.
3. Keterbatasan lingkup gerak sendi
Keterbatasan lingkup gerak
sendi terjadi karena pasien enggan bergerak karena nyeri. Jika kondisi ini
dibiarkan dapat menimbulkan spasme yang akan menyebabkan gerakan sendi menjadi
terbatas.
4. Penurunan kekuatan otot
Apabila otot tidak digunakan dalam waktu yang lama maka
akan terjadi penurunan kekuatan otot (disused muscle weakness).
Problematik yang muncul pada functional limitation
adalah keterbatasan pasien untuk melakukan aktifitas fungsional dengan tungkai,
misalnya: berjalan. Sedangkan problematik yang participation restriction
yaitu penderita tidak dapat bersosialisasi dengan optimal di lingkungan
masyarakat seperti bekerja sebagai petani, membantu orang yang punya kerja.
C. Teknologi Intervensi Fisioterapi
Teknologi intervensi fisioterapi atau modalitas
fisioterapi yang digunakan untuk mengatasi problematik pada kasus pasca operasi
open fraktur femur dextra 1/3 distal dengan plate and
screws adalah terapi latihan. Terapi latihan adalah salah satu usaha
penyembuhan dalam fisioterapi yang dalam pelaksanaannya menggunakan gerakan
tubuh baik secara aktif maupun pasif (Priatna, 1985). Terapi latihan yang
diberikan menurut Kisner dan Colby (1996) antara lain kontraksi statik, latihan
gerak aktif, latihan gerak pasif dan hold relax. Terapi latihan
tersebut ditambah dengan latihan jalan menggunakan kruk atau walker.
1.
Static contraction
Static contraction
merupakan kontraksi otot tanpa perubahan panjang otot atau tanpa gerakan sendi
yang nyata. Tujuan static contraction adalah untuk meningkatkan rileksasi
otot dan sirkulasi darah serta menurunkan nyeri setelah fraktur dalam proses
penyembuhan. Pada kasus ini static
contraction ditujukan untuk otot quadriceps.
Latihan static contraction
dilakukan pada hari pertama dan kedua pasca operasi. Posisi pasien tidur terlentang,
posisi terapis berada di samping pasien. Terapis meletakkan tangannya di bawah lutut pasien, kemudian pasien diminta
menekan tangan terapis ke tempat tidur. Latihan ini dilakukan dengan penahanan 6-10 detik, fase istirahat 3-5
detik, kekuatan kontraksi min 40% dari kekutan kontraksi maksimal dengan 12
kali pengulangan, dilakukan 3-5 kali per hari (Kuprian,
1984).
2.
Passive exercise
Passive exercise merupakan gerak yang dihasilkan oleh
kekuatan dari luar tanpa disertai kontraksi otot. Kekuatan dari luar tersebut
berupa gravitasi, mekanik, orang lain atau bagian lain dari tubuh pasien itu
sendiri. Passive exercise dapat menjaga elastisitas otot sehingga dapat
memelihara luas gerak sendi. Passive exercise dilakukan pada hari pertama sampai dengan hari
keenam pasca operasi. Pada hari pertama sampai hari ketiga latihan dilakukan
dengan posisi pasien tidur terlentang, terapis berada di samping pasien.
Terapis memfiksasi fragmen bagian distal dan satu tangan menyangga tungkai
bawah. Terapis menggerakkan
ke arah fleksi dan ekstensi. Untuk hari keempat sampai keenam latihan dilakukan
dengan posisi tengkurap. Gerakan ini dilakukan 5-10 kali (Kisner dan Colby,
1996).
3.
Active exercise
Active exercise merupakan gerak yang dihasilkan oleh
kontraksi otot itu sendiri. Active exercise dapat memelihara luas gerak
sendi dan meningkatkan kekuatan otot (Kisner dan Colby, 1996). Menurut Apley
dan Solomon (1995) active exercise dapat memompa keluarnya cairan oedem,
merangsang sirkulasi, mencegah perlengketan jaringan lunak dan membantu
penyembuhan fraktur.
Teknik active exercise yang dilakukan yaitu:
a. Assisted active exercise
Assisted active exercise
yaitu suatu gerakan aktif dengan bantuan kekuatan dari luar, sedangkan pasien
tetap mengkontraksikan ototnya secara sadar. Bantuan dari luar dapat berupa tangan terapis,
papan, maupun suspension. Latihan ini dilakukan
pada hari pertama sampai dengan hari ketiga pasca operasi. Pada hari pertama posisi pasien tidur terlentang, terapis
berada di samping pasien pada sisi yang sakit. Terapis memfiksasi fragmen
bagian distal dan menyangga tungkai bawah. Pasien diminta menekuk dan
meluruskan lututnya sesuai kemampuan. Pada hari kedua dan ketiga pasca operasi
latihan ini dilakukan dengan posisi berbeda yaitu dengan duduk ongkang-ongkang,
satu tangan terapis memberi fiksasi di atas lutut dan satu tangan yang lain menyangga
tungkai bawah kemudian pasien diminta bergerak menekuk dan meluruskan lututnya.
Gerakan ini dilakukan 5-10 kali pengulangan (Kisner dan Colby, 1996).
b. Free active exercise
Free active exercise yaitu suatu gerakan aktif yang dilakukan
oleh adanya kekuatan otot dan anggota tubuh itu sendiri tanpa bantuan, gerakan
yang dihasilkan oleh kontraksi dengan melawan pengaruh gravitasi (Basmajian,
1978). Latihan ini dilakukan pada hari ketiga sampai hari keenam. Posisi pasien
yaitu duduk ongkang-ongkang. Terapis berada di samping pasien dan memberi
fiksasi pada tungkai atas sedekat mungkin dengan lutut. Kemudian pasien diminta
untuk menekuk dan meluruskan lututnya. Gerakan ini dilakukan 5-10 kali
pengulangan (Kisner dan Colby, 1996).
c. Resisted active exercise
Resisted active exercise yaitu gerak aktif dengan tahanan dari luar
terhadap gerakan yang dilakukan oleh pasien. Tahanan dapat berasal dari
terapis, pegas maupun dari pasien itu sendiri. Salah satu cara untuk
meningkatkan kekuatan otot adalah dengan meningkatkan tahanan secara bertahap.
Latihan ini dilakukan pada hari keempat sampai hari keenam. Posisi pasien duduk
ongkang-ongkang. Terapis berada di samping pasien, satu tangan memfiksasi
tungkai atas bagian distal sedekat mungkin dengan lutut dan satu tangan memberi
tahanan pada tungkai bawah. Pasien diminta meluruskan lututnya kemudian terapis
memberi tahanan ke arah fleksi, selanjutnya pasien diminta untuk menekuk
lututnya kemudian terapis memberi tahanan ke arah ekstensi. Gerakan ini
dilakukan 5-10 kali pengulangan (Kisner dan Colby, 1996).
4.
Hold relax yang dimodifikasi
Hold relax adalah salah
satu teknik dalam PNF (Propioceptor Neuromuscular Fascilitation) yang
menggunakan kontraksi isometris dari kelompok otot antagonis yang memendek,
dilanjutkan dengan rileksasi kelompok otot tersebut dimana hold relax ini menggunakan pola gerak (Knott, 1965). Sedangkan pada
hold relax yang dimodifikasi tidak
menggunakan pola gerak yaitu hanya meliputi gerak fleksi dan ekstensi lutut.
Latihan ini dapat mengurangi nyeri dan meningkatkan luas gerak sendi lutut. Latihan ini dilakukan pada hari keempat sampai
hari keenam pasca operasi. Posisi pasien tidur tengkurap sedangkan posisi
terapis berada di samping kanan pasien. Satu tangan terapis memfiksasi tungkai
atas bagian distal sedekat mungkin dengan lutut, satu tangan berada di tungkai
bawah. Pasien diminta untuk menekuk lututnya ke arah pantat. Kemudian ketika
sampai pada batas nyeri pasien diminta untuk meluruskan lututnya dan terapis
memberi tahanan isometrik ke arah fleksi dengan aba-aba “tahan” selama 6-10
detik kemudian rileks selama 3-5 detik baru ditambah gerak pasif atau aktif ke
arah fleksi. Gerakan ini dilakukan 12 kali pengulangan (Kuprian, 1984).
5.
Latihan jalan
Latihan jalan dapat dimulai
pada hari ketiga pasca operasi. Latihan jalan dengan menggunakan kruk atau
walker dapat memperbaiki aktifitas fungsional jalan. Sebelum latihan jalan
penderita diberikan latihan transfer secara bertahap mulai dari posisi
tidur terlentang ke posisi duduk, duduk ke berdiri. Pada saat duduk dan berdiri
diberikan latihan keseimbangan yaitu dengan memberi dorongan ke depan,
belakang, samping kanan dan kiri. Latihan jalan bisa dimulai dari tingkat yang
paling aman yaitu dengan walker yang mempunyai stabilitas lebih tinggi daripada
kruk. Apabila dengan walker kemampuan jalan penderita mulai meningkat kemudian
dapat diganti dengan kruk. Latihan jalan dilakukan tanpa menumpu berat badan (non
weight bearing) yaitu kaki yang sehat menumpu sedang kaki yang sakit tidak
menumpu dan dengan metode swing yang terdiri dari swing to dan swing
trough. Swing to yaitu kedua kruk maju kemudian diikuti kedua kaki
diayunkan ke depan dengan posisi kaki saat menumpu sejajar dengan kedua kruk. Swing
trough yaitu kedua kruk maju kemudian diikuti kedua kaki diayunkan ke depan
dengan posisi kaki saat menumpu melewati kruk. Latihan jalan pertama kali
diberikan dengan jarak yang dekat seperti di sekitar tempat tidur baru kemudian
ditambah dengan jarak yang lebih jauh bertahap dari hari ke hari. Pasien
diminta untuk tetap berjalan seperti yang diajarkan terapis yaitu tanpa menumpu
berat badan sampai menunggu jadwal kontrol ke dokter dimana hasil dari kontrol
tersebut menjadi pertimbangan apakah pasien diperbolehkan partial
weight bearing (setengah menumpu
berat badan) atau weight bearing
sekaligus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar