Terdapat beberapa hal prinsip yang harus dipahami terapis sebelum menerapkan terapi bermain bagi anak-anak autistik, yaitu:
1. Terapis harus belajar “bahasa” yang diekspresikan kliennya agar dapat lebih membantu. Karena itu metode yang disarankan adalah terapi yang berpusat pada klien.
2. Harus disadari bahwa terapi pada populasi ini prosesnya lama dan sangat sulit sehingga membutuhkan kesabaran yang sangat tinggi. Apa yang kita latihkan bagi anak normal dalam waktu beberapa jam mungkin akan memakan waktu bertahun-tahun pada anak autistik. Kondisi ini kadang membuat terapis bosan dan putus asa.
1. Terapis harus belajar “bahasa” yang diekspresikan kliennya agar dapat lebih membantu. Karena itu metode yang disarankan adalah terapi yang berpusat pada klien.
2. Harus disadari bahwa terapi pada populasi ini prosesnya lama dan sangat sulit sehingga membutuhkan kesabaran yang sangat tinggi. Apa yang kita latihkan bagi anak normal dalam waktu beberapa jam mungkin akan memakan waktu bertahun-tahun pada anak autistik. Kondisi ini kadang membuat terapis bosan dan putus asa.
3. Terapis harus menghindari memandang isolasi diri anak sebagai penolakan diri dan tidak memaksa anak untuk menjalin hubungan sampai anak betul-betul siap.
4. Terapis juga harus betul-betul sadar bahwa meskipun anak autistik dapat mengalami kemajuan dalam terapi yang diberikan, ketrampilan sosial dan bermain mereka mungkin tidak akan bisa betul-betul normal. Jika tujuan umum terapi adalah untuk membantu anak dapat memaksimalkan potensi mereka dan memberi mereka kesempatan untuk berfungsi lebih baik dalam hidup mereka, maka keberhasilan sekecil apapun harus dianggap sebagai kemenangan dan harus disyukuri sepenuh hati.
Berdasarkan luasnya batasan terapi bermain maka penerapannya bagi
penyandang autisme memerlukan batasan-batasan yang lebih spesifik,
disesuaikan dengan karakteristik penyandang autisme sendiri. Pada anak
penyandang autisme, terapi bermain dapat dilakukan untuk membantu
mengembangkan ketrampilan sosial, menumbuhkan kesadaran akan keberadaan
orang lain dan lingkungan sosialnya, mengembangkan ketrampilan bicara,
mengurangi perilaku stereotip, dan mengendalikan agresivitas.
Berbeda dengan anak-anak non autistik yang secara mudah dapat
mempelajari dunia sekitarnya dan meniru apa yang dilihatnya, maka
anak-anak autistik memiliki hambatan dalam meniru dan ketrampilan
bermainnya kurang variatif. Hal ini menjadikan penerapan terapi bermain
bagi anak autisme perlu sedikit berbeda dengan pada kasus yang lain,
misalnya:
1. Tujuan dan target setiap sesi terapi bermain harus spesifik berdasarkan kondisi dan ketrampilan anak, dilakukan dengan bertahap dan terstruktur . Misalnya pada penyandang autisme yang belum terbentuk kontak mata, maka mungkin tujuan terapi bermain dapat diarahkan untuk membentuk kontak mata. Permainan yang dapat dipilih misalnya ci luk ba, lempar tangkap dengan bantuan, ‘lihat ini’, dan lain-lain.
1. Tujuan dan target setiap sesi terapi bermain harus spesifik berdasarkan kondisi dan ketrampilan anak, dilakukan dengan bertahap dan terstruktur . Misalnya pada penyandang autisme yang belum terbentuk kontak mata, maka mungkin tujuan terapi bermain dapat diarahkan untuk membentuk kontak mata. Permainan yang dapat dipilih misalnya ci luk ba, lempar tangkap dengan bantuan, ‘lihat ini’, dan lain-lain.
2. Jika secara umum terapi bermain memberikan kebebasan kepada anak
untuk berekspresi dan eksplorasi, maka pada anak autisme hal ini akan
memerlukan usaha yang lebih keras dari terapis terutama jika anak belum
memiliki kesadaran akan dirinya dan dunia sekitarnya sehingga inisiatif
belum muncul. Pada kasus seperti ini maka terapis perlu lebih aktif
menarik anak untuk masuk dalam forum bermain dengan secara aktif
menunjukkan contoh dan menarik anak terlibat. Misalnya dengan menunjuk
masing-masing alat bermain yang ada sambil menyebutkan namanya, memberi
contoh bagaimana alat bermain itu digunakan, terapis bermain pura-pura
dengan tetap berusaha menarik anak terlibat.
3. Jika kesadaran diri dan dunia sekitarnya sudah muncul , maka anak
dapat diberikan target yang lebih tinggi misalnya melatih ketrampilan
verbal (berbicara) dan ketrampilan sosial. Pada tahap ini maka pelibatan
anak dalam forum yang lebih besar, dengan melibatkan anak-anak sebaya
lain mungkin lebih membantu. Misalnya anak diajak bernyanyi bersama,
dibacakan cerita bersama anak-anak lain, diajak berbicara, dan permainan
lainnya.
4. Terapi bermain bagi penyandang autisme dapat ditujukan untuk
meminimalkan/menghilangkan perilaku agresif, perilaku menyakiti diri
sendiri, dan menghilangkan perilaku stereotip yang tidak bermanfaat. Hal
ini dapat dilakukan dengan melatihkan gerakan-gerakan tertentu kepada
anak, misalnya tepuk tangan, merentangkan tangan, menyusun balok,
bermain palu dan pasak, dan alat bermain yang lain. Dengan mengenalkan
gerakan yang lain dan berbagai alat bermain yang dapat digunakan maka
diharapkan dapat digunakan untuk mengalihkan agresivitas yang muncul,
juga jika anak sering menyakiti diri sendiri. Mengenalkan anak pada
permainan konstruktif seperti menyusun balok juga akan memberi kegiatan
lain sehingga diharapkan perilaku stereotip yang tidak bermanfaat dapat
diminimalkan.
Demikian beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam terapi
bermain bagi penyandang autisme. Namun, disamping beberapa hal tersebut
terdapat beberapa hal prinsip yang juga harus diperhatikan, yaitu:
1. Terapi bagi anak penyandang autisme tidak dapat dilakukan hanya dengan terapi tunggal. Mengingat bahwa spektrum hambatan yang dialami anak autism sangat luas dan kompleks, maka terapi bermain sebaiknya dilakukan bersama-sama dengan terapi yang lain, misalnya terapi wicara, terapi medis, dan lain-lain. Rencana program terapi yang dijalankan pun harus disusun dengan terpadu dan terstruktur dengan baik, begitu juga proses evaluasinya.
1. Terapi bagi anak penyandang autisme tidak dapat dilakukan hanya dengan terapi tunggal. Mengingat bahwa spektrum hambatan yang dialami anak autism sangat luas dan kompleks, maka terapi bermain sebaiknya dilakukan bersama-sama dengan terapi yang lain, misalnya terapi wicara, terapi medis, dan lain-lain. Rencana program terapi yang dijalankan pun harus disusun dengan terpadu dan terstruktur dengan baik, begitu juga proses evaluasinya.
2. Terapi bermain ini harus dilakukan oleh tenaga terapis yang sudah
terlatih dan betul-betul mencintai dunia anak dan pekerjaannya. Hal ini
terlebih pada penyandang autisme karena menangani anak autisme
memerlukan kesabaran dan keteguhan hati yang tinggi. Jika pada anak non
autistik target perubahan perilaku yang dibuat mungkin dapat dicapai
dengan cepat dan lebih mudah, maka bagi penyandang autisme belajar
perilaku baru memerlukan usaha dan perjuangan yang sangat keras dan
belum tentu berhasil memuaskan.
3. Keberhasilan program terapi bermain sangat ditentukan oleh bagus
tidaknya kerja sama terapis dengan orang tua dan orang-orang lain yang
terlibat dalam pengasuhan anak sehari-hari. Hal ini berkaitan dengan
proses transfer ketrampilan yang sudah diperoleh selama terapi yang
harus terus dipelihara dan ditingkatkan dalam kehidupan di luar program
terapi.
Demikianlah beberapa hal yang penting diketahui tentang penerapan
terapi bermain bagi anak penyandang autisme dan harus dicatat bahwa
terapi bermain adalah salah satu alternatif saja diantara sekian banyak
program terapi yang sudah dikembangkan bagi anak autisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar